Loading...
Detail Berita

Energi Surya Bisa Turunkan Biaya Listrik dan Emisi Karbon, Selandia Baru Perlu Mempercepat Transisi

Energi surya kini menjadi sumber listrik termurah di banyak negara, termasuk Selandia Baru, dan penggunaannya tumbuh pesat secara global. Meski penerapan di Selandia Baru sempat melambat, pemasangan panel surya kini meningkat cepat dan dapat membantu menurunkan harga listrik serta memenuhi target pengurangan emisi.

Jika tidak memperluas energi surya, Selandia Baru berisiko melampaui anggaran emisi 2026–2030 dan 2031–2035. Komisi Perubahan Iklim memperkirakan teknologi pembangkit listrik tenaga surya yang dikombinasikan dengan baterai bisa mengurangi 3,9 juta ton emisi karbon setara CO₂ pada 2031–2035. Hal ini penting karena proyek penangkapan karbon di ladang gas Kapuni gagal, sementara harga listrik sedang tinggi akibat pasokan energi terbatas.

Saat ini ada lima pembangkit surya besar yang beroperasi dan lebih dari 65.000 instalasi rumah tangga (naik dari 7.500 satu dekade lalu), meski baru 3–4% rumah yang memasangnya. Panel surya dinilai efisien karena bisa menyimpan energi lewat baterai atau pemanas air, serta tidak memerlukan banyak baterai tambahan berkat pembangkit hidro yang sudah ada.

Tantangan dan Peluang ke Depan

Panel surya menghasilkan energi setara energi pembuatannya dalam kurang dari dua tahun, dan bertahan hingga 30 tahun. Namun, perlu mengatasi masalah seperti integrasi ke jaringan listrik, penyimpanan, dukungan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah, serta memastikan rantai pasok dan praktik kerja yang etis. Daur ulang panel juga perlu diwajibkan agar tidak menambah limbah dan kebutuhan tambang baru.

Penelitian juga mengembangkan panel generasi baru dengan bahan lebih tipis dan hemat energi, yang bisa menjadi pelengkap di masa depan.

Energi surya merupakan hasil puluhan tahun pengembangan sains dan teknologi, dan siap berperan penting dalam dekarbonisasi. Selandia Baru perlu mempercepat penerapannya agar dapat memanfaatkan peluang ini sebaik mungkin.